Senin, 19 November 2007

PASTORAL KONSELING

Pengertian dan pentingnya Konseling

Jemaat dengan segala persoalan dan pergumulan hidupnya yang membuat depresi dan putus asa tidak dapat dianggap sepele. Karena disamping kehidupan rohaninya tidak berkembang ke arah kedewasaan, juga bisa berarti fatal dengan kehidupannya yang ingin cepatberakhir alias ingin bunuh diri. Dalam suasana seperti inilah peran konseling sangat dibutuhkan untuk membantu mencari jalan keluarnya dari permasalahan yang mereka hadapi. Konseling bukan merupakan disiplin ilmu seperti kedokteran gigi atau kodekteran umum yang pada dasarnya bergantung pada pengetahuan teknis yang dijalankan oleh seseorang profesioanal yang benar dan terlatih[1].

Pastoral konseling hrus lebih banyak hubungan yang utama dan sangat penting antara orang-orang yang menaruh perhatian. Jadi konseling bukan tidak lebh dari sekedar hubungan tetapi ada yang lebih dari itu. Pelayanan pastoral konseling yang benar mau menghasilkan suatu proses pembebasan adalah pelayanan pastoral yang berhubungan dengan soal-soal konkrit dari hidup manusia[2]. Di sini nampaknya peran pastoral konseling sangat signifikan guna membuka pintu seluas-luasnya sebagai tempat untuk ruang tolong-menolong. Karena konseling adalah hubungan timbal balik antara dua individu, yaitu konselor adalah hubungan timbal balik antara dua individu, yaitu membutuhkan pengertian untuk mengatasi persoalan yang dihadapinya[3]. Pengurus gereja entah itu diaken, majelis, ataupun pendeta terlebih gembala sidang sudah barang tentu harus menyadari keberadaan persoalan ini.

Secara Etimologis

Kata istilah Pastoral berasal dari kata Pastor dalam bahasa Latin atau bahasa Yunani disebut Poimen, yang berarti gembala. Bisa juga disebut Pendeta yang mempunyai tugas menjadi gembala bagi warga gereja atau dombanya. Sedangkan kata bahasa Inggris yang menunjukkan untuk kata konseling adalah consul yang artinya wakil, konsul;counsult yang artinya minta nasehat, berunding dengan; cosole yang artinya menghibur dan consolide yang artinya menguatkan. Bisa diartikan kata konseling adalah kegiatan sseorang yang menguatkan, menghibur yang dimintakan nasehat dan merunding dengan seseorang.

Jadi Pastoral Konseling artinya gembala yang memberikan nasihat, penghiburan dan penguatan bagi warga gerejanya. Pelayanan pastoral mempunyai sifat pertemuan yaitu: antara pastor dan anggota jemaat yang membutuhkan bantuan dan pelayannya dan pertemuan antara mereka berdua dan Allah, yang sebenarnya yang memimpin dan memberi isi kepada pertemuan mereka[4]. Pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan karyaNya sebagai Pastor Sejati yang Baik (Yoh. 10)[5]. Ungkapan ini mengacu kepada pelayanan Yesus Kristus yang tanpa pamrih, bersedia memberikan pertolongan terhadap para pengikutNya. Sebenarnya tugas pastoral bukan hanya monopoli para pastor/pendeta saja tetapi bagi setiap orang pengikutNya.

Secara Teologis

“Dan NamaNya disebut penasehat ajaib…” (Yes. 9:5). Hanya kepada Dialah kita datang meminta pertolongan, karena tanpa Tuhan Yesus sebagai penasehat ajaib sia-sialah setiap orang yang meminta pertolongan kepada pertongan kepada manusia, sebab manusia terbatas adanya. Sekalipun konselor dapat memebantu konseli menemukan akar persoalannya, tak ada manusia yang dapat menyediakan kasih karunia untuk mengatasi kebiasaan-kebiasaan yang salah atau dosa[6]. Manusia dapat membutuhkan kasih Allah dan Allah sudah menyediakan sarananya untuk dimintakan pertolongan bagi setiap orang yang membutuhkannya yaitu alkitab sebagai Firman Allah. Jadi pelayanan pastoral pertama-tama adalah rekonsiliasi (perdamaian)[7].

Hal ini terdapat pada 2Kor. 5:20 “Kami adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasehati kamu dengan perantaraan kami, dengan nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah”. Jay Adam telah dikenal secara luas karena pendekatan konfrontasionalnya yang ia katakan satu-satunya model alkitabiah, ia mengambil dari kata Yunani noutheteo yaitu gagasan konfrontasi verbal, directif (mengarah) dan instruktif sebagai konsep sentral mengenai konseling Kristen. Rasul Paulus memakai model nouthetis pada kolose 1:28 untuk mendewasakan umat.

Dalam konsep Jay Adam yang hanya mengendalikan konfrontasi hanya cocok untuk jemaat/umat yang cukup lama yang menjadi orang Kristen dalam banyak hal juga harus dilihat kasus perkasus pada dilema yang dihadapi mereka. Jadi bagaimana kalau yang putus asa atau yang lemah mereka perlu diadakan pendekatan secara akrab. Untuk menghibur mereka tanpa konfrontasi terhadap mereka. Dalam bahasa Yunani adalah Paramuhteo yang berarti berbicara akrab.

Jonh Carter menyarankan bahwa kata parakaleo dan kata yang berhubungan dengan itu

Parakalesis menawarkan suatu model konseling yang jauh memadai (daripada noutheteo) berdasarkan perspektif alkitabiah. Karena kata noutheteo dan yang berhubungan dengan tu hanya muncul tiga belas kali dalam PB, parkaleo sebanyak dua puluh sembilan kali sebagai comfort (hiburan), 27 kali sebagai exhort (nasehat), empat belas kalli sebagai consolation (hiburan) 43 kali sebagai besech (permohonan)[8]. Jadi parakalesis adalah suatu karunia khusus bagi gereja untuk menjalankan sebagai peran pastoral konseling (Kol.1:28). Alkitab sebagai dasar teologis dalam pastoral konseling dipakai sebagai acuan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Secara Psikologis

Sebelum penulis menjelaskan lebih jauh lagi hubungan antara pengertian dan pentingnya pastoral konseling ditinjau dari sudut secara psikologis penulis terlebih dahulu akan membahas apa itu psikologis. Psikologis artinya ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia atau jiwa manusia, dan tergolong suatu bidang sains (sekuler)[9]. Menurut pandangan umum, psikologis adalah suatu sains yang berdasarkan penelitian yang nyata dan benar sehingga nilai-nilai yang tidak bisa dijangkau oleh indra manusia (empiris), tidak bisa dimasukan sebagai kategori psikologis.

Seorang psikolog seringkali mengambil keputusan untuk memberi jalan keluar bagi orang yang di konselingnya hanya berdasar pada konsepsi manusia psikolog itu sendiri. Sehingga ada suatu acuan yang jelas untuk diambil suatu nilai yang tetap, karena kalau seseorang pergi konseling pada dua orang psikolog pasti ada dua pula keputusan yang berlainan nilainya. Hal ini tentu sangat membingungkan bagi orang yang meminta konseling tersebut.

Oleh karena psikologi sekuler memandang manusia hanya sebagai mahluk jasmani dan kefanaan belaka, hal ini jelas sangat bertentangan dengan firman Allah karena manusia selain mahluk jasmani juga mahluk rohani. Ada nilai-nilai rohani yang terabaikan oleh psikolog, hal ini juga diakui oleh W. Stanley: Pertama, yang utama adalah pelepasan dari tudingan masa lampau melampaui pengampunan.




Minggu, 18 November 2007

Pentingnya Pastoral Konseling

Ditengah maraknya Psikolog dengan semangat meneliti, melayani dalam berpraktek yang katanya untuk meringankan beban persoalan bagi setiap orang yang datang, sebagai konseler Kristen diharapkan tidak skeptis dan cenderung berpangku tangan.Para pendeta, penatua, pelayan Tuhan, entah apa itu namanya pengurus gereja seringkali terlibat dalam percakapan yang cukup dalam baik dengan jemaat, keluarga sendiri atau saudara seiman lainnya. Alangkah baiknya hubungan - hubungan percakapan tersebut ditindak lanjuti diberi wadah dalam gereja yang berbentuk Pastoral Konseling. Sambutan atau respon dari warga gerejanya sangatlah besar dan simpatik. Disamping mengakrabkan suasana yang sudah terjalin baik, bukan tidak mungkin untuk saling menimba kesaksian hidup orang - orang Kristen secara perkataan maupun tingkah laku. Melalui Pastoral Konseling kita harus menggunakan cara dimensi Kristus dipermuliakan dan sesuai dengan kebenaran Alkitab. Dan janganlah kita berteori sendiri kemudian membagakannya yang justru merupakan suatu hambatan bagi Pastoral Konseling itu sendiri, merugikan konseli dan tidak memuliakan Tuhan. Jadi pentingnya Pastoral Konseling membantu umat memberikan jalan keluar dengan Firman Allah dalam setiap persoalan mereka dan sekaligus mendapatkan jiwa - jiwa baru untuk mempermuliakan nama Tuhan Yesus.

Kamis, 25 Oktober 2007

PASTORAL KONSELING BAGIAN 1

Pelaksanaan Pelayanan "Pelepasan" dalam Pastoral Konseling

Peranan pelayan-pelayan yang mengambil bagian dalam pelayanan "pelepasan" baik tehnik maupun sikap melayani adalah suatu hal yang sangat penting. Sebab berhasil atau tidaknya pelayanan "pelepasan" dalam Pastoral Konseling ditentukan oleh sikap dan tanggung jawab pada pelayan itu sendiri. Kecintaan dan ketulusan pada pekerjaan sebagai pelayan Tuhan sesuai dengan talenta yang diberikan Tuhan kepadanya tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebab apabila seseorang pelayan tidak mencintai pekerjaan tersebut jangan harap dia akan berhasil dengan baik dalam pelayanannya. Seorang konselor yang baik, adalah seorangyang selalu memperhatikan, ramah, tulus, benar-benar mau menolong dan mempunyai kemampuan untuk mengerti persoalan dan perasaan orang lain18. Dengan demikian bukan sembarang orang dan asal mau saja untuk menjadi pelayan-pelayan "pelepasan" dalam Pastoral Konseling, bisa diterima begitu saja. Tetapi

1 Gary R. Collins, Konseling Kristen Yang Efektif, Malang: SAAT, Cetakan kelima, 1998

ada syarat-syarat yang penting untuk diperhatikan yaitu: Jika kita ingin menjadi konselor Kristen yang efektif, kita haras menjadi seorang yang mengasihi Tuhan dan sesama manusia19.

Syarat-Syarat

Syarat-syarat yang dibutuhkan sebagai seorang pelayan "pelepasan" dalam Pastoral Konseling di gereja sudah tentu sumbernya adalah apa yang dikatakan firman Tuhan, karena kalau dibandingkan dengan syarat-syarat yang diberikan, praktek konseling dalam dunia sekuler sangatlah berbeda dengan apa yang ada pada Pastoral Konseling di gereja. Adapun syarat-syarat tersebut dapat diuraikan demikian:

Lahir Baru

Oleh karena pelayanan "pelepasan" seringkali berhubungan dengan kuasa gelap dalam hal ini kuasa setan yang mengikat orang-orang yang ingin dilayani, maka sebagai pelayan "pelepasan" harus menyadari bahwa hanya dengan kekuatan diri sendiri, tidaklah mungkin kita mengusir setan yang ada pada orang yang kita layani tanpa pertolongan Tuhan Yesus. Manusia tidak mempunyai kuasa untuk mengusir setan tanpa Yesus Kristus.

Pekerjaan mengusir setan bukan urusan yang main-main untuk sekedar orang yang ingin tahu. Sesungguhnyaberjuangmelawan setan bisa benar-benar

'Ibid, him. 14

berbahaya jika kita tidak memenuhi syarat sebagaimana mestinya20.

Syarat-syarat utama adalah lahir baru yaitu memastikan pada diri kita tinggal di dalam Tuhan Yesus, seperti tertulis dalam Alkitab "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-orang yang menang oleh Dia yang telah mengasihi kita" (Roma 8:37). Semua orang Kristen yang dilahirkan baru dapat dipastikan juga kita hidup didalam pertobatan, tuntutan hidup sebagai seorang pelayan "pelepasan" yang lahir baru dalam berkelanjutan hidupnya, agar tetap bertahan dalam pelayanan tersebut dan tidak jatuh dalam dosa.

Bertanggung Jawab

Pelayanan konseling adalah bagian integral dari pelayanan hamba Tuhan. Hamba Tuhan akan kehilangan identitasnya jikalau ia menolak pelayanan yang satu ini. Meskipun demikian pelayanan Konseling bukan pelayanan secara otomatis dapat hamba Tuhan lakukan hanya oleh karena bakat-bakat alamiahnya dalam pengembalaan ataupun oleh karena kuliah-kuliahnya di dalam sekolah Theologi21. Sangatlah tepat yang penulis ambil yang ditulis oleh Yakub B. Susabda dalam bukunya Pastoral Konseling Jilid 1.

Bakat alamiah dan kuliah-kuliah teologi tanpa disertai tanggung jawab dalam pelayanan Pastoral Konseling, adalah suatu yang naif. Sebab banyak hamba Tuhan yang melaksanakan pelayanan ini asal saja tanpa disertai disiplin dan hanya mempunyai kemampuan yang minim. Karena bentuk pelayanan ini tanggung

20 H. A Maxwell Whyte, Roh Jahat dan Pelayanan Pelepasan, Malang: Gandum Mas, Cetakan ketiga, 2000, hlm.%

21 Yakub B. Subsada, Pastoral Konseling Jilid I, Malang: Gandum Mas, Cetakan kesembilan, 2000, Mm 12

jawabnya kepada Tuhan, sebagai panggilan Tuhan yang dipercayakan kepada kita hendaknya setiap pelayan Tuhan bertanggung jawab dalam menerima panggilan tersebut.

Bentuk tanggung jawabnya adalah yang terus menerus meningkatkan disiplin pelayanan dan meningkatkan kemampuan dalam pelayanan ini. Tetapi haras waspada terhadap beberapa kemungkinan yang merugikan. Dalam tulisannya Yakub B. Susabda yang juga mengutip dari astikel Richard L. Hester (Toward Professionalism or Voluntarism in Pastoral Care)22 mensinyalir adanya bahaya besar yang sedang dihadapi oleh banyak sekali hamba Tuhan yang mengambil spesialisasi dalam konseling dengan pertanyaan "Who can and who cannot legitimately do Pastoral Counseling?" dengan pertanyaan seperti ini adalah jelas bahwa profesionalisme ingin dikedepankan sebagai bentuk tanggung jawab seorang pelayan konseling. Akan tetapi kita juga terjebak di dalamnya, karena jika kita memandang Pastoral Konseling sebagai suatu hal yang spesialis dan mengarah yang profesional sebenarnya ia sudah kehilangan identitasnya sebagai hamba Tuhan.

Keunikan Pastoral Konseling di gereja adalah setiap hamba Tuhan yang terpanggil adalah im^iyang boleh memimpin anggota gerejanya, dan saling membimbing (1 Petrus 2:9). Dan juga hamba Tuhan bukanlah satu-satunya kepala gereja dan juga iman dalam gereja tersebut. Oleh karena itu hubungan konselor dan konseli di gereja bukan berdasarkan asas profesional tetapi asas fungsional yaitu fungsi yang saling membutuhkan dan saling tanggung jawab.

22

Ibid, Mm. 12

Otoritas hamba Tuhan sebagai konselor hanya dimiliki apabila masih dalam konteks pelayanan berdasarkan jabatan proposionalism. Karena otoritas yang hamba Tuhan punyai secara mutlak yang diterima dari Tuhan dan bukan berdasarkan latar belakang pendidikannya, maka ia bukan orang yang berhak merebut dominasi konseli atau klien. Tetapi konselor dan konseli sama-sama menikmati pertolongan dalam kebebasan mereka oleh Tuhan Yesus sebagai kepala gereja.

Adapun alasan utama hamba Tuhan yang bertanggung jawab untuk mengembangkan skill dan disiplin dalam pelayanannya sebagai konselor bukanlah menjadikan dia profesional konselor, tetapi profesional pastor yang terampil dalam pelayanan konseUngnya23.

Hal-hal yang menandakan seorang hamba Tuhan yang benar terampil dalam pelayanan dan pelayanannya menurut ahli-ahli konseling yang penulis kutip dari bukunya Yakub B. Susabda adalah sebagai berikut:

a. Adanya pengetahuan yang cukup tentang teori-teori personality dan

psikologi pada umumnya (Richard L Hester, "Toward Professionalism or

Voluntarism in Pastoral Care", Pastoral Psychology, vol 24, no 4, summer

1976, P.305).

b. Adanya kemampuan untuk menghubungkan teori dan praktek, khususnya

teori-teori tentang observasi dan diagnosa (Hester, Ibid, P.305). c. Adanya training yang cukup di bawah bimbingan dan supervisi seorang - profesional (khususnya dalam clinical Psychology) (Edward E Thornton,

Ibid, Urn. 12

"Profesional Education for Ministry: A History of Clinical Pastoral

Education, Nashville: Abingdon Press 1970, P.27-33). d. Adanya kemampuan memelihara identitasnya sebagai hamba Tuhan dalam

peranannya sebagai konselor dalam inter personal relationshipnya dengan

konseli (Nelson N. Foote & Leonard S Cotrell, "Identity and Interpersonal

Competence", The University of Chicago Press, 1996, P.53). e. Adanya kemampuan untuk mengolah sumber-sumber yang tersedia untuk

mensukseskan pelayanan konselingnya (Nelon & Leonard, ibid, P.53). f. Adanya pengertian yang benar tentang sikap pertanggung jawabannya

sebagai konselor (Wayne (Dates, "Pastoral Counseling", Westminster Press

Philadelphia 1974, P.86). g. Adanya dispilin dalam menggunakan perlengkapan-perlengkapan

konsehng dengan batasan profesinya sebagai hamba Tuhan yang antara

lain meliputi:

- Penyusunan data-data dan penyimpanan Catalan dalam listing fail yang rapih dan aman.

- Membedakan dengan jelas antara short term dan long term konseling, juga antara konseling secara informal maupun formal.

- Tidak mencoba melakukan diagnosa medis, psycho test, eksperimen-eksperimen hipnotis (pemakaian sugesti secara sengaja), pemberian resep obat-obatan dan hal-hal yang menjadi wewenang profesional-profesional lain.

- Hamba Tuhan tidak seharusnya mengharapkan, mendorong apalagj

memutuskan pembayaran atas pelayanannya24.

Meskipun hamba Tuhan bukan konselor profesional, tetapi tanggung jawabnya kepada Tuhan yang mendorong dia mengembangkan skillnya dalam pelayanan Pastoral Konseling dengan penuih. tanggung jawab. Inilah bentuk jawaban secara kesduruhannya sehingga tanggung jawab yang utama seorang pelayanan Pastoral Konseling bukan ke hal materi tetapi yang bersifat rohani.


Jumat, 19 Oktober 2007

PDT. DENNY HARSENO, M.A

Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank Parsons di tahun 1908 saat ia melakukan konseling karier. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian mengembangkan pendekatan terapi yang berpusat pada klien (client centered).

Dibanding dengan psikoterapi, konseling lebih berurusan dengan klien yang mengalami masalah yang tidak terlalu berat sebagaimana halnya yang mengalami psikopatologi, skizofrenia, maupun kelainan kepribadian.

Umumnya konseling berasal dari pendekatan humanistik dan client centered. Konselor juga berhubungan dengan permasalahan sosial, budaya, dan perkembangan selain permasalahan yang berkaitan dengan fisik, emosi, dan kelainan mental. Dalam hal ini, konseling melihat kliennya sebagai seseorang yang tidak mempunyai kelainan secara patologis. Konseling merupakan pertemuan antara konselor dengan kliennya yang memungkinkan terjadinya dialog dan bukannya pemberian terapi atau treatment. Konseling juga mendorong terjadinya penyelesaian masalah oleh diri klien sendiri.

Konseling bisa dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti di masyarakat, di dunia industri, membantu korban bencana alam, maupun di lingkungan pendidikan. Khusus di dunia pendidikan, layanan ini biasa disebut bimbingan konseling dan dilakukan oleh seorang konselor pendidikan.