Pelaksanaan Pelayanan "Pelepasan" dalam Pastoral Konseling
Peranan pelayan-pelayan yang mengambil bagian dalam pelayanan "pelepasan" baik tehnik maupun sikap melayani adalah suatu hal yang sangat penting. Sebab berhasil atau tidaknya pelayanan "pelepasan" dalam Pastoral Konseling ditentukan oleh sikap dan tanggung jawab pada pelayan itu sendiri. Kecintaan dan ketulusan pada pekerjaan sebagai pelayan Tuhan sesuai dengan talenta yang diberikan Tuhan kepadanya tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebab apabila seseorang pelayan tidak mencintai pekerjaan tersebut jangan harap dia akan berhasil dengan baik dalam pelayanannya. Seorang konselor yang baik, adalah seorangyang selalu memperhatikan, ramah, tulus, benar-benar mau menolong dan mempunyai kemampuan untuk mengerti persoalan dan perasaan orang lain18. Dengan demikian bukan sembarang orang dan asal mau saja untuk menjadi pelayan-pelayan "pelepasan" dalam Pastoral Konseling, bisa diterima begitu saja. Tetapi
1
ada syarat-syarat yang penting untuk diperhatikan yaitu: Jika kita ingin menjadi konselor Kristen yang efektif, kita haras menjadi seorang yang mengasihi Tuhan dan sesama manusia19.
Syarat-Syarat
Syarat-syarat yang dibutuhkan sebagai seorang pelayan "pelepasan" dalam Pastoral Konseling di gereja sudah tentu sumbernya adalah apa yang dikatakan firman Tuhan, karena kalau dibandingkan dengan syarat-syarat yang diberikan, praktek konseling dalam dunia sekuler sangatlah berbeda dengan apa yang ada pada Pastoral Konseling di gereja. Adapun syarat-syarat tersebut dapat diuraikan demikian:
Lahir Baru
Oleh karena pelayanan "pelepasan" seringkali berhubungan dengan kuasa gelap dalam hal ini kuasa setan yang mengikat orang-orang yang ingin dilayani, maka sebagai pelayan "pelepasan" harus menyadari bahwa hanya dengan kekuatan diri sendiri, tidaklah mungkin kita mengusir setan yang ada pada orang yang kita layani tanpa pertolongan Tuhan Yesus. Manusia tidak mempunyai kuasa untuk mengusir setan tanpa Yesus Kristus.
Pekerjaan mengusir setan bukan urusan yang main-main untuk sekedar orang yang ingin tahu. Sesungguhnyaberjuangmelawan setan bisa benar-benar
'Ibid, him. 14
berbahaya jika kita tidak memenuhi syarat sebagaimana mestinya20.
Syarat-syarat utama adalah lahir baru yaitu memastikan pada diri kita tinggal di dalam Tuhan Yesus, seperti tertulis dalam Alkitab "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-orang yang menang oleh Dia yang telah mengasihi kita" (Roma 8:37). Semua orang Kristen yang dilahirkan baru dapat dipastikan juga kita hidup didalam pertobatan, tuntutan hidup sebagai seorang pelayan "pelepasan" yang lahir baru dalam berkelanjutan hidupnya, agar tetap bertahan dalam pelayanan tersebut dan tidak jatuh dalam dosa.
Bertanggung Jawab
Pelayanan konseling adalah bagian integral dari pelayanan hamba Tuhan. Hamba Tuhan akan kehilangan identitasnya jikalau ia menolak pelayanan yang satu ini. Meskipun demikian pelayanan Konseling bukan pelayanan secara otomatis dapat hamba Tuhan lakukan hanya oleh karena bakat-bakat alamiahnya dalam pengembalaan ataupun oleh karena kuliah-kuliahnya di dalam sekolah Theologi21. Sangatlah tepat yang penulis ambil yang ditulis oleh Yakub B. Susabda dalam bukunya Pastoral Konseling Jilid 1.
Bakat alamiah dan kuliah-kuliah teologi tanpa disertai tanggung jawab dalam pelayanan Pastoral Konseling, adalah suatu yang naif. Sebab banyak hamba Tuhan yang melaksanakan pelayanan ini asal saja tanpa disertai disiplin dan hanya mempunyai kemampuan yang minim. Karena bentuk pelayanan ini tanggung
20 H. A Maxwell Whyte, Roh Jahat dan Pelayanan Pelepasan,
21 Yakub B. Subsada, Pastoral Konseling Jilid I,
jawabnya kepada Tuhan, sebagai panggilan Tuhan yang dipercayakan kepada kita hendaknya setiap pelayan Tuhan bertanggung jawab dalam menerima panggilan tersebut.
Bentuk tanggung jawabnya adalah yang terus menerus meningkatkan disiplin pelayanan dan meningkatkan kemampuan dalam pelayanan ini. Tetapi haras waspada terhadap beberapa kemungkinan yang merugikan. Dalam tulisannya Yakub B. Susabda yang juga mengutip dari astikel Richard L. Hester (Toward Professionalism or Voluntarism in Pastoral Care)22 mensinyalir adanya bahaya besar yang sedang dihadapi oleh banyak sekali hamba Tuhan yang mengambil spesialisasi dalam konseling dengan pertanyaan "Who can and who cannot legitimately do Pastoral Counseling?" dengan pertanyaan seperti ini adalah jelas bahwa profesionalisme ingin dikedepankan sebagai bentuk tanggung jawab seorang pelayan konseling. Akan tetapi kita juga terjebak di dalamnya, karena jika kita memandang Pastoral Konseling sebagai suatu hal yang spesialis dan mengarah yang profesional sebenarnya ia sudah kehilangan identitasnya sebagai hamba Tuhan.
Keunikan Pastoral Konseling di gereja adalah setiap hamba Tuhan yang terpanggil adalah im^iyang boleh memimpin anggota gerejanya, dan saling membimbing (1 Petrus 2:9). Dan juga hamba Tuhan bukanlah satu-satunya kepala gereja dan juga iman dalam gereja tersebut. Oleh karena itu hubungan konselor dan konseli di gereja bukan berdasarkan asas profesional tetapi asas fungsional yaitu fungsi yang saling membutuhkan dan saling tanggung jawab.
22
Ibid, Mm. 12
Otoritas hamba Tuhan sebagai konselor hanya dimiliki apabila masih dalam konteks pelayanan berdasarkan jabatan proposionalism. Karena otoritas yang hamba Tuhan punyai secara mutlak yang diterima dari Tuhan dan bukan berdasarkan latar belakang pendidikannya, maka ia bukan orang yang berhak merebut dominasi konseli atau klien. Tetapi konselor dan konseli sama-sama menikmati pertolongan dalam kebebasan mereka oleh Tuhan Yesus sebagai kepala gereja.
Adapun alasan utama hamba Tuhan yang bertanggung jawab untuk mengembangkan skill dan disiplin dalam pelayanannya sebagai konselor bukanlah menjadikan dia profesional konselor, tetapi profesional pastor yang terampil dalam pelayanan konseUngnya23.
Hal-hal yang menandakan seorang hamba Tuhan yang benar terampil dalam pelayanan dan pelayanannya menurut ahli-ahli konseling yang penulis kutip dari bukunya Yakub B. Susabda adalah sebagai berikut:
a. Adanya pengetahuan yang cukup tentang teori-teori personality dan
psikologi pada umumnya (Richard L Hester, "Toward Professionalism or
Voluntarism in Pastoral Care", Pastoral Psychology, vol 24, no 4, summer
1976, P.305).
b. Adanya kemampuan untuk menghubungkan teori dan praktek, khususnya
teori-teori tentang observasi dan diagnosa (Hester, Ibid, P.305). c. Adanya training yang cukup di bawah bimbingan dan supervisi seorang - profesional (khususnya dalam clinical Psychology) (Edward E Thornton,
Ibid, Urn. 12
"Profesional Education for Ministry: A History of Clinical Pastoral
Education,
peranannya sebagai konselor dalam inter personal relationshipnya dengan
konseli (Nelson N. Foote & Leonard
Competence", The
mensukseskan pelayanan konselingnya (Nelon & Leonard, ibid, P.53). f. Adanya pengertian yang benar tentang sikap pertanggung jawabannya
sebagai konselor (Wayne (Dates, "Pastoral Counseling", Westminster Press
konsehng dengan batasan profesinya sebagai hamba Tuhan yang antara
lain meliputi:
- Penyusunan data-data dan penyimpanan Catalan dalam listing fail yang rapih dan aman.
- Membedakan dengan jelas antara short term dan long term konseling, juga antara konseling secara informal maupun formal.
- Tidak mencoba melakukan diagnosa medis, psycho test, eksperimen-eksperimen hipnotis (pemakaian sugesti secara sengaja), pemberian resep obat-obatan dan hal-hal yang menjadi wewenang profesional-profesional lain.
- Hamba Tuhan tidak seharusnya mengharapkan, mendorong apalagj
memutuskan pembayaran atas pelayanannya24.
Meskipun hamba Tuhan bukan konselor profesional, tetapi tanggung jawabnya kepada Tuhan yang mendorong dia mengembangkan skillnya dalam pelayanan Pastoral Konseling dengan penuih. tanggung jawab. Inilah bentuk jawaban secara kesduruhannya sehingga tanggung jawab yang utama seorang pelayanan Pastoral Konseling bukan ke hal materi tetapi yang bersifat rohani.